Jumat, 04 Desember 2009

Tunjangan Profesi Guru PNS Rp. 250.000,- Per/bulan berlaku 1 Jan 2009

Teman2 guru Pegawai Negeri Sipil se-Indonesia akan mendapat tambahan uang tunjangan sebesar Rp 250 ribu per bulan. Tambahan penghasilan ini hanya untuk guru yang selama ini belum mendapatkan tunjangan profesi.

Payung hukum bagi pencairan tunjangan profesi itu adalah Perpres 52/2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNS. "Tadi pagi telah saya tandatangani," kata Presiden SBY.Kabar baik ini SBY sampaikan dalam sambutan di peringatan Hari Guru Nasional dan HUT ke-64, Selasa (1/12/2009). Acara digelar di arena tenis tertutup Senayan, Jakarta.

Presiden menjelaskan di dalam perpres itu dinyatakan besar nilai tunjangan profesi bagi guru adalah Rp 250 ribu per bulan. Aturan pemberian tunjangan ini dinyatakan berlaku sejak 1 Januari 2009 yang artinya akan dibayarkan rapel untuk masa anggaran tahun ini."Dengan keluarnya Perpres itu, Alhamdulillah penghasilan guru terendah, dapat mencapai sekurangnya Rp 2 juta/bulan," imbuh SBY disambut meriah ribuan guru yang hadir di lokasi acara.

Berdasar data yang ada sekarang ini paling tidak ada 2,5 juta orang guru PNS belum mendapatkan tunjangan profesi. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah guru di lingkungan Departemen Agama.
Alhamdulillah teman2 guru, mari kita semakin bersemangat mencerdaskan bangsa ini, dengan lebih profesional. Meskipun nilainya tidaklah begitu banyak, tapi kita terima niat baik Pemerintah ini. Jangan lihat nilainya, tapi Berkahnya disisi Allah SWT…

MA TOLAK KASASI UJIAN NASIONAL

Mahkamah Agung (MA) melarang ujian nasional (UN) yang digelar Depdiknas. Kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah ditolak MA.
Seperti tertuang dalam situs MA.go.id, MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono dkk.
“Majelis hakim terdiri dari Ketua Majelis Hakim Mansyur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abas Said,” terang Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas MA, Andri Tristianto melalui telepon, Rabu (25/11).
Dalam isi putusan ini, para tegugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru.
Depdiknas Hargai & Akan Pelajari Putusan MA
Depdiknas masih mempelajari putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penolakan kasasi pelaksanaan ujian nasional (UN). Depdiknas masih menunggu salinan putusan.
“Kita menghargai putusan MA. Nanti kalau sudah dapat, kita akan pelajari apa putusannya,” kata Kepala Balitbang Depdiknas Prof Mansyur Ramli melalui telepon, Rabu (25/11).
Dia mengaku, meski sudah diputus pada 14 September, Depdiknas belum mendapat amar putusannya. Dan sebenarnya, putusan ini sama dengan putusan di pengadilan negeri pada 2007 dan pengadilan tinggi pada 2008.
“Kita hanya tahu amar putusannya, tolak. Ini seperti putusan di pengadilan negeri pada 2007 lalu, saat itu memerintahkan kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, dan penyelenggaraan UN,” terang Mansyur.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkrit, misalnya untuk gangguan psikologi pada anak, dengan melakukan perbaikan UN.
“Jadi bukan UN ditolak, tapi ada perbaikan. Sejak 2005, kita melakukan perbaikan UN, mengurangi stres peserta didik dengan melakukan ujian ulang, yang tidak lulus bisa mengikuti ujian nasional,” jelasnya.
BSNP: UN Penting untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan
Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) masih mempelajari isi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pemerintah terkait ujian nasional (UN). Namun ditegaskan pelaksanaan UN penting untuk pendidikan nasional.
“Ujian Nasional sangat penting. Tanpa Ujian Nasional kualitas tidak bisa diukur secara nasional, hanya lokal saja,” ujar anggota BSNP Mungin Edi Wibowo dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (25/11).
Hasil putusan MA pada 14 September itu memang, seperti putusan di pengadilan tinggi dan pengadilan negeri yang meminta agar UN dilakukan dengan peningkatan kualitas guru serta sarana prasarana belajar.
“UN dilakukan untuk meningkatkan pemetaan mutu program satuan pendidikan dan juga sebagai proses seleksi, juga UN bisa sebagai bahan pertimbangan dan pemberian bantuan kepada yang sudah lebih ataupun masih kurang,” urainya.
Menurut Mungin, pihaknya belum menerima amar putusan itu, namuan setiap tahun pihaknya berupaya memperbaiki UN. “Yang namanya ujian ada yang lulus, ada yang tidak. Yang tidak lulus artinya kompetensi belum mencapai yang ditetapkan,” terangnya.
Pelaksanaan UN pun hanya melaksanakan Amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, di mana pada pasal 63 tentang standar nasional pendidikan, penilaian belajar dilakukan oleh guru, kemudian oleh satuan pendidkan sekolah, dan yang ketiga oleh pemerintah melalui UN.
“Dan dilakukan untuk menilai kompetisi peserta didik antara lain pada mata ilmu pengetahuan dan teknologi. Lulus ujian juga bagaimanapun bergantung pada anak belajar sungguh atau nggak, guru-guru memenuhi syarat atau tidak dan apakah belajar di kelas sudah sesuai materi dalam kurikulum,” tutupnya.
MA Larang UN, JK Sarankan Mendiknas Ajukan PK
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), M Nuh, disarankan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan agar Ujian Nasional (UN) dilarang. Sebab pelaksanaan UN berhasil meningkatkan mutu pendidikan nasional.
“Sebaiknya Mendiknas mengajukan PK,” kata Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) saat ditemui detikcom di Mall Ratu Indah, Jalan Dr Ratulangi, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (25/11).
JK menjelaskan, pelaksanaan UN selama tiga tahun terakhir ini telah mencapai hasil yang luar biasa. Tanpa standardisasi nilai, lanjut Kalla, para pelajar tidak akan mau belajar keras.
JK juga membantah bahwa pemerintah lalai meningkatkan kualitas para guru. Menurutnya, pemerintah sangat serius melakukan hal tersebut.
“Selama tiga tahun terakhir ini pemerintah sudah serius meningkatkan kualitas guru. Saya juga tidak setuju jika UN dikatakan tidak manusiawi,” ujar JK.
Sebelumnya diberitakan, MA menolak kasasi yang diajukan pemerintah atas gugatan mengenai penyelenggaraan UN yang diajukan Kristiono dkk. UN harus diperbaiki.
Dalam putusan ini, para tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga dianggap lalai meningkatkan kualitas guru.
Penggugat Desak Pemerintah Patuhi Putusan MA
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan agar Ujian Nasional (UN) ditiadakan. Atas dikabulkan gugatan itu, penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Eduvation Forum mendesak pemerintah untuk mematuhi putusan MA.
“Mendesak pemerintah untuk menghargai upaya hukum yang dilakukan masyarakat dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Meminta pemerintah tidak melakukan upaya hukum apapun,” ujar Koordinator Tekun Gatot Goei di sela-sela acara syukuran di kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (25/11).
Tekun dan Education Forum menggelar tumpengan sebagai tanda bersyukur. Ada dua tumpeng di atas tampah masing-masing berdiameter 50 meter. Dua tumpeng itu dihiasi lauk pauk dan lalapannya.
Gatot mengatakan Presiden RI harus merevisi kebijakan UN dengan menghapusnya sebagai syarat utama kelulusan. Gatot menegaskan yang dipermasalahkan pihaknya sebagai masyarakat adalah menggunakan UN sebagai syarat satu satunya kelulusan.
“UN tidak berpengaruh sama sekali, anggaran tiap tahun dikeluarkan tapi tidak meninggalkan apapun kecuali masalah baru. Kita tidak mempermasalahkan kecuali ke perguruan tinggi. Yang kita permasalahkan adalah UN sebagai syarat satu-satunya kelulusan,” imbuhnya.
Menurut Gatot, untuk mengubah sistem itu, Mendiknas diminta membangun sistem pendidikan yang lebih baik jika UN ditiadakan dengan putusan kasasi MA ini. Gatot juga mendesak MA memberikan salinan putusan ke tim advokasi, karena hingga hari ini tim belum menerima pemberitahuan dan salinan putusan yang sudah diputus MA pada 14 September 2009.
Komisi X DPR Gelar Raker dengan Depdiknas Kamis
Terbitnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan para penggugat Ujian Nasional (UN) langsung ditanggapi oleh Komisi X DPR RI. Mereka akan menggelar rapat kerja dengan jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada Kamis (26/11) besok.
“Kita akan bahas ini dengan jajaran Diknas,” kata Ketua Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat Mahyudin, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11).
Mahyudin sendiri mengaku belum melihat salinan putusan yang keluar pada 14 September dua bulan lalu itu.
Sementara Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar mengatakan, putusan MA harus dipatuhi. Setidaknya pemerintah harus meninjau ulang Peranturan Pemerintah (PP) tentang UN.
“Bagaimana standar nasional bisa terpenuhi, tapi angka ketidaklulusan absolut juga kecil. Tentunya ini sambil meningkatkan kualitas sekolah,” cetus politisi Partai Golkar ini. (disadur dari detik.com)